Bab 3 : Hak Asasi Manusia (Kewarganegaraan)
Kelompok 1
Ajeng Kusuma Wardani (10211492)
Septy Ariyani (16211677)
Nur Amalia W (15211383)
Eneus Muliya Asih (12211432)
Halimatus Sadiyah (13211152)
Sentiana Hutasoit (18211734)
Satria Mandala (16211622)
Mario Ignatius (14211254)
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Istilah
Hak Asasi Manusia pertama kali muncul sebagai hasil dari Ravolusi
Perancis tahun 1789, yang membebaskan warga negara Perancis dari
kekuasaan raja sebagai penguasa tunggal. Istilah yang digunakan adalah
Droit de I’homme yang berarti hak manusia.
DEFINISI HAM (HAK ASASI MANUSIA) menurut para ahli :
a. Menurut John Locke :
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
(Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
b. Menurut Jack Donnely :
Hak
Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena
ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya
oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
c. Menurut Meriam Budiardjo :
Hak
Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
d. Menurut Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Hak
Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Dianggap
bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa,
ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Nilai
universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum
nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan
nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam
intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok) dalam kehidupan sehari - hari, yaitu :
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
Adapun macam-macam hak asasi manusia dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Hak asasi pribadi, yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia.
Contohnya : hak beragama, hak menentukan jalan hidup, dan hak bicaara.
b. Hak
asasi politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik.
Contohnya : hak mengeluarkan pendapat, ikut serta dalam pemilu,
berorganisasi.
c. Hak asasi ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian.
Contohnya : hak memiliki barang, menjual barang, mendirikan perusahaan/berdagang, dan lain-lain.
d. Hak asasi budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat.
Contohnya : hak mendapat pendidikan, hak mendapat pekerjaan, hak mengembangkan seni budaya, dan lain-lain.
e. Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dah pemerintahan, yaitu hak yang berkaiatan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan.
Contohnya
: hak mendapat perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi
pejabat pemerintah, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain.
f. Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan.
Contohnya : dalam penyelidikan, dalam penahanan, dalam penyitaan, dan lain-lain.
Hukum HAM di Era Orde Lama
Pada
tahun 1945 hingga sekitar tahun 1950-an pemerintahan Indonesia
senantiasa melaksanakan pemerintahan yang demokratis dan menghormati
HUkum HAM. Berbagai maklumat yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno
pada masa-masa itu mencerminkan kebijakan yang demokratis dan
penghormatan hak-hak asasi manusia.
Situasi
tersebut kemudian berubah setelah dilaksanakannya dekrit Presiden 5
Juli 1959 sebagai awal dilaksanakannya demokrasi terpimpin. Terjadi
degradasi politik dan muncul ketimpangan ekonomi serta kemiskinan rakyat
dimana-mana. Kebebasan hak politik dan hak sipil kemudian dikekang.
Inilah kemudian yang menjadi bukti bahwa lemahnya pondasi UUD 1945 dalam
memberikan jaminan terhadap perlindungan hukum HAM telah menyebabkan
terjadinya kesewenang-wenangan oleh kekuasaan.
Hukum HAM pada Era Orde Baru
Kondisi
Hukum HAM di Indonesia pada masa kekuasaan pemerintahan Orde Baru tentu
saja menjadi lebih parah. Pada masa orde baru pemerintahan telah
mengekang hak berserikat, hak berekspresi dan hak berpendapat. Selain
itu, pemerintahan orde baru juga melakukan eliminasi dan mereduksi
konsep HAM serta melakukan pembunuhan dan penghilangan orang secara
paksa.
Pengekangan
terhadap hak berserikat, berekspresi dan berorganisasi tersebut dapat
dilihat dalam kebijakan orde baru yang menyederhanakan partai poiltik
dengan cara meleburkan sejumlah partai politik. Selain itu dilakukan
kntrol yang ketat terhadap media massa dan organisasi-organisasi sosial
serta mahasiswa.
Eliminasi
dan reduksi terhadap konsep Hukum HAM dijalankan dengan cara menjadikan
pennafsirannya terhadap Pancasilan dan UUD 1945 sebagai satu-satunya
ideologi dan cara pandang yang benar. Hukum dan HAM adalah sebagaimana
yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Konsepsi Hukum HAM yang
bersifat universal adalah berasal dari barat yang bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945.
Pembunuhan
dan penghilangan orang secara paksa sebagai wujud nyata pelanggaran HAM
juga terjadi pada masa orde baru. Hal ini dapat dilihat dalam kasus
pembuhan terhadap mereka yang dianggap PKI baik secara langsung maupun
tidak langsung. Begitu pula dalam beberapa kasus pelanggaran HAM seperti
yang terjadi dalam Peristiwa Tanjung Priok, Talangsari serta
kasus-kasus pembunuhan yang terjadi dalam operasi militer di Aceh dan
Papua.
Perkembangan
dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali
oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di
bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru “membekukan” pelaksanaan UU
Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang
yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya
adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan.
Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga
hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan
penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum;
Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam
hukum Nasional.
Data-Data Kasus Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru
Sungguh
begitu miris jika mengingat perjalanan bangsa yang penuh luka dan
darah. Berbagai pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1965 dan masa
pemerintahan order baru. Pelanggaran tersebut antara lain:
1965
· Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat.
· Penangkapan,
penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga
sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat
aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966
· Penahanan
dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak
yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan
dan intimidasi di penjara.
· Dr. Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.
· Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
· Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
· April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta .
· Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
· Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana .
· Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
· Tidak
menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga
hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan
Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
· Dikembangkannya
peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik,
partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar
disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970
· Pelarangan demo mahasiswa.
· Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
· Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
· Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971
· Usaha peleburan partai- partai.
· Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
· Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
· Pemerkosaan
Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga
masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian
diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972
· Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
· Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .
1974
· Penahanan
sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas
di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa
Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
· Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.
1975
· Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
· Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977
· Tuduhan subversi terhadap Suwito.
· Kasus tanah Siria- ria.
· Kasus
Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik
seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan
atas bayaran yang kurang dari si hakim.
· Kasus subversi komando Jihad.
1978
· Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.
· Pembungkaman
gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan,
beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
· Pembredelan tujuh surat kabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peristiwa di atas.
1980
· Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus.
· Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.
1981
· Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
· Kasus Tanah Rawa Bilal.
· Kasus
Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah
memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat
ganti rugi yang memadai.
· Majalah
Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya
tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta . Kampanye massa
Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga
jatuh korban jiwa tadi.
1983
· Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.
· Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
· Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
· Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
· Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
· Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur
1985
· Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.
1986
· Pembunuhan
terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan
oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi
kalangan elit.
· Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
· Kasus subversi terhadap Sanusi.
· Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
· Kasus tanah Kedung Ombo.
· Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
· Kasus tanah Kemayoran.
· Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.
· Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
· Badan
Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku.
Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
· Pembantaian
di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda
Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
1992
· Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.
· Penangkapan Xanana Gusmao.
1993
· Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
1994
· Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.
1995
· Kasus Tanah Koja.
· Kerusuhan di Flores.
1996
· Kerusuhan
anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan
Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah
Balongan.
· Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.
- Sengketa tanah Manis Mata.
· Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
· Kasus
penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas
berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di
sana.
· Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
· Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
· Kerusuhan Sambas–Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.
1997
· Kasus tanah Kemayoran.
· Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998
· Kerusuhan
Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan
membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta
benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.
· Pembunuhan
terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum
kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam
demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada
13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
Hukum HAM Pasca Orde Baru
Pemerintahan
B.J Habibie bersama dengan Kabinet Reformasi yang dibentuknya
memberikan harapan baru bagi penegakan Hukum HAM di Indonesia.
Pemerintahan B.J Habibie melaksanakan beberapa langkah strategis,
diantaranya membuka sistem politik, menunjukkan kemauan politik untuk
memberikan perlindungan HAM, menghentikan KKN, menghapus Dwi Fungsi ABRI
serta melaksanakan pemilihan umum yang demokratis dan berbagai macam
langkah strategis lainnya.
· Harapan
terhadap perbaikan kondisi hukum HAM di Indonesia mulai mewujud tatkala
MPR sepakat untuk memasukkan HAM dalam Bab XA yang memuat 10 Pasal
mengenai HAM pada amandemen kedua UUD 1945. Meski demikian, pengaturan
mengenai Hukum HAM dalam UUD 1945 kembali mengulang sejarah seperti yang
dialami dalam BPUPKI dimana terjadi perdebatan dan tarik ulur
kepentingan politik pendukung orde baru yang cemas akan kuatnya tuntutan
untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang pernah terjadi
pada masa orde baru.
· Sekali
lagi Hukum HAM pada era reformasi dikompromikan dan hasilnya dapa kita
lihat dalam Perubahan kedua UUD 1945, Ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
· Saat
ini juga telah dibentuk berbagai institusi yang mendukung penegakan dan
perlindungan HAM. Kita tentunya masih berharap banyak untuk terwujudnya
penguatan Hukum HAM di Indonesia. Demikian semoga artikel mengenai
hukum HAM ini bermanfaat.
PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA
Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan
HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat
tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh
masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara
modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan
fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah
R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan harkat
dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang mengandalkan
kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku Imam
Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan
HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan banyaknya kaum
terpelajar di Indonesia, maka semakin meningkat pula pemahaman dan
kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia terutama hak
kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping itu ,meningkat
pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu
terjadi perubahan strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan
strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya
sebagai berikut :
Ø Boedi
Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun
dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM
Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat.
Ø Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Ø Partai
Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme
lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu –
isu yang berkenan dengan alat produksi.
Ø Indische
Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Ø Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Ø Organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak
untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak
berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran
HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI
antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di
muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk
memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan
HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang
bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi pergerakan
nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak berani
secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun setelah adanya
kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan
Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik
dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia
merdeka.
B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)
Pemikiran
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena
telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik.
Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat
tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM
terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia
yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)
Periode
1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan
tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi
semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat
di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “
pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut
ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak
tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing –
masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari
demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil
rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di
rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
Periode 1959 – 1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat
pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu
hak sipil dan dan hak politik.
Periode 1966 – 1998 (masa orde baru)
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat
untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai
seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada
tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah
Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review )
untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan
TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah
menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak
Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara
itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati,
dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif
dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif
terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa
HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai
luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa
Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam
rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi
Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada
anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat
untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun
dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran
HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat
yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat
akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh
masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait
dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus
Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya
yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif
terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap
akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No.
50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk
memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Periode 1998 – sekarang (masa reformasi)
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar
pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai
dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru
yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya
dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan
dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional
dalam bidang HAM.
Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap
penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar
1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
Penyelesaian
kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah disorot oleh dunia
internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah
dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional.
Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran
HAM Timtim.
Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah
ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era
reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR
No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen
II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya
penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi
saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para
pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto,
namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini.
Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang
terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun
masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan
pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan
dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan
perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang
proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa
masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa
KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim
ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses
pengakan HAM.